Welcome !

Get Gifs at CodemySpace.com

Jumat, 23 Desember 2011

Si Buta Dan Si Bungkuk


Di suatu kampung tinggallah dua orang pemuda sebaya. Mereka bersahabat akrab sekali. Kemana pun mereka pergi selalu bersama. Boleh dikata tidak pernah terjadi pertengkaran di antara mereka. Jika yang seorang sedang marah, yang seorang lagi berdiam diri atau membujuk sehingga kemarahannya reda. Begitu juga jika ada kesulitan, selalu mereka atasi bersama.

           Pada dasarnya, mereka memang saling membutuhkan karena keadaan tubuh mereka mengharuskan demikian. Pemuda yang satu bertubuh kekar, tetapi buta matanya, pemuda yang lain dapat melihat, tetapi bungkuk tubuhnya. Oleh karena itu, orang menyebut mereka si Buta dan si Bungkuk.


          Si Buta sangat baik hatinya. Tidak sedikit pun is curiga kepada temannya, si Bungkuk. Ia percaya penuh kepada temannya itu, walaupun si Bungkuk sering menipu dirinya. Kejadian itu selalu berulang setiap mereka menghadiri selamatan. Si Buta selalu duduk berdampingan dengan si Bungkuk. Pada saat makan, si Buta selalu mengeluh.

“Pemilik rumah ini kikir sekali!” bisiknya kepada si Bungkuk agar jangan didengar orang lain.
 “Tak ada secuil pun ikan, kecuali sayur labu.”

        Si Bungkuk hanya tersenyum karena keluhan temannya itu akibat ulahnya. Secara diam-diam ia memotong daging ayam yang cukup besar di piring si Buta dan ditukar dengan sayur labu. Akibatnya, piring gulai si Buta hanya berisi sayur labu. Si Bungkuk merasa bahagia bersahabat dengan si Buta. Setiap ada kesempatan, ia dapat memanfaatkan kebutaan mata temannya untuk kepentingan sendiri. Si Buta yang tidak mengetahui kelicikan si Bungkuk juga merasa senang bersahabat dengan temannya itu. Setiap saat si Bungkuk dapat menjadi matanya.

            Pada suatu hari, si Bungkuk mengajak si Buta pergi berburu rusa. Tidak jauh dari kampung mereka ada hutan lebat. Bermacam-macam margasatwa hidup di sana seperti burung, siamang, binatang melata, dan rusa.

          Konon, pada waktu itu belum ada pemburu menggunakan senapan untuk membunuh hewan buruan. Penduduk yang ingin mendapatkan rusa atau binatang lain biasanya menggunakan jerat yang diseebut jipah (faring). Kadang mereka berburu menggunakan anjing pelacak dan tombak. Cara ini akan dipakai si Bungkuk dan si Buta untuk berburu.


“Kalau kita dapat membunuh seekor rusa, hasilnya kita bagi dua sama rata,” ujar si Bungkuk.
        Tentu saja si Buta sangat gembira mendengar hal itu. itua segera menuntun anjing pelacak yang tajam India penciumannya, sedangkan si Bungkuk siap dengan tombak di tangan kanannya. Mereka berdua mengikuti arah yang ditunjukkan anjing pelacak itu.

            Rupanya hari itu mereka bernasib balk. Seekor rusa jantan yang cukup besar berhasil mereka tombak. Tanduknya bercabang-cabang indah dan layak dijadikan hiasan dinding. Si Bungkuk segera membagi rusa hasil buruan itu menjadi dua bagian. Akan tetapi, dengan segala kelicikannya, si Buta hanya mendapat tulang-tulang. Daging dan lemak rusa diambil si Bungkuk.


“Karena daging rusa sudah dibagi, kita masak sendiri sesuai selera kita,” kata si Bungkuk.

           Si Buta menurut saja karena pikirnya memang demikian seharusnya. Padahal dengan cara itu, si Bungkuk bermaksud agar daging yang dimilikinya jangan secuil pun dimakan si Buta. Walaupun si Buta tidak dapat melihat, kemampuannya memasak gulai tidak diragukan sedikit pun. Terbit air liur si Bungkuk mencium bau masakan si Buta. Si Bungkuk tidak pandai memasak. Si Bungkuk dan si Buta menghadapi masakan rusa yang telah mereka masak dan siap menyantapnya.

“Sedaap!” kata si Bungkuk sambil memasukkan potongan daging yang besar ke dalam mulutnya.
“Nikmat!” kata si Buta sambil mengambil sepotong tulang yang besar dari piring dan menggigitnya.
           Si Buta bersungut-sungut karena yang digigit, ternyata tulang semua.

“Sayang,” katanya, “rusa begitu besar, tetapi tak punya daging! Besok kita berburu lagi, tetapi rusa itu harus gemuk dan banyak dagingnya.”
            Si Bungkuk tersenyum mendengar perkataan si Buta. Si Buta merasa sayang jika tulang-tulang rusa yang telah dimasaknya dengan susah payah tidak dimakan. Oleh karena itu, is mencoba menggigit tulang itu lagi. Akan tetapi, tulang itu sangat keras sehingga tetap tidak tergigit. Hal itu membuat si Buta semakin penasaran. la mengerahkan segenap tenaga dan menggigit tulang itu sekuat-kuatnya hingga bola matanya hendak keluar dari lubang mata. Tuhan sudah menakdirkan rupanya. Keajaiban pun terjadi. Mata si Buta tidak buta lagi.

“Aku bisa melihat!” teriaknya kegirangan.
        Si Buta menatap sekelilingnya. Ketika is melihat tulang-tulang rusa di piringnya dan di piring si Bungkuk daging yang empuk, bukan main marahnya.

“Sekarang, terbukalah topeng kebusukanmu selama ini!” katanya.

             Si Buta memungut tulang rusa paling besar, lalu si Bungkuk dipukul dengan tulang itu. Jeritan si Bungkuk meminta ampun tidak dihiraukannya sama sekali. Seluruh tubuh si Bungkuk babak belur. Seperti si Buta, keanehan pun terjadi pada si Bungkuk. Ketika la bangkit, ternyata punggungnya menjadi lurus seperti orang sehat.
“Aku tidak bungkuk lagi! Aku tidak bungkuk lagi!” teriak si Bungkuk.

        Mereka berdua menari sambil berpeluk-pelukan dan bermaaf-maafan. Persahabatan mereka pun semakin akrab.


Kamis, 22 Desember 2011

TEKNIK MENGGAMBAR BENTUK


Teknik adalah cara. Teknik menggambar bentuk ada lima macam antara lain :
a. Teknik arsiring
             Teknik arsiring adalah teknik arsir yang menggunakan garis-garis patah atau lengkung.
b. Teknik pointiliring
             Teknik pointiliring adalah suatu teknik menggambar dengan cara membuat titik-titik sebanyak-banyaknya pada benda yang akan digambar.
c. Teknik dusel
           
Teknik dusel adalah suatu teknik menggambar dengan cara menggoreskan pensil dengan kertas, kemudian digosok dengan kapas atau jari telunjuk sehingga arah goresan tidak kelihatan.
d. Teknik sapuan
          
Teknik sapuan adalah suatu tekni menggambar dengan cara mengandalkan goresan kuas.
e. Teknik blok
           Teknik blok adalah suatu teknik menggambar dengan cara memenuhi warna ke benda yang akan dijadikan model.



Rabu, 21 Desember 2011

Balas Budi Burung Bangau


           Dahulu kala di suatu tempat di Jepang, hidup seorang pemuda bernama Yosaku. Kerjanya mengambil kayu bakar di gunung dan menjualnya ke kota. Uang hasil penjualan dibelikannya makanan. Terus seperti itu setiap harinya. Hingga pada suatu hari ketika ia berjalan pulang dari kota ia melihat sesuatu yang menggelepar di atas salju. Setelah di dekatinya ternyata seekor burung bangau yang terjerat diperangkap sedang meronta-ronta. Yosaku segera melepaskan perangkat itu. Bangau itu sangat gembira, ia berputar-putar di atas kepala Yosaku
beberapa kali sebelum terbang ke angkasa. Karena cuaca yang sangat dingin, sesampainya dirumah, Yosaku segera menyalakan tungku api dan menyiapkan makan malam. Saat itu terdengar suara ketukan pintu di luar rumah. Ketika pintu dibuka, tampak seorang gadis yang cantik sedang berdiri di depan pintu. Kepalanya dipenuhi dengan salju.

"Masuklah, nona pasti kedinginan, silahkan hangatkan badanmu dekat tungku," ujar Yosaku.
"Nona mau pergi kemana sebenarnya ?", Tanya Yosaku.
"Aku bermaksud mengunjungi temanku, tetapi karena salju turun dengan lebat, aku jadi tersesat."
"Bolehkah aku menginap disini malam ini ?".
"Boleh saja Nona, tapi aku ini orang miskin, tak punya kasur dan makanan.", kata Yosaku.
 "Tidak apa-apa, aku hanya ingin diperbolehkan menginap".
      Kemudian gadis itu merapikan kamarnya dan memasak makanan yang enak. Ketika terbangun keesokan harinya, gadis itu sudah menyiapkan nasi. Yosaku berpikir
bahwa gadis itu akan segera pergi, ia merasa kesepian. Salju masih turun dengan
lebatnya.
         "Tinggallah disini sampai salju reda.
         " Setelah lima hari berlalu salju mereda. Gadis itu berkata kepada Yosaku :
         "Jadikan aku sebagai istrimu, dan biarkan aku tinggal terus di rumah ini.
         " Yosaku merasa bahagia menerima permintaan itu.
         "Mulai hari ini panggillah aku Otsuru", ujar si gadis.
     Setelah menjadi Istri Yosaku, Otsuru mengerjakan pekerjaan rumah dengan sungguh-sungguh. Suatu hari, Otsuru meminta suaminya, Yosaku, membelikannya benang karena ia ingin menenun. Otsuru mulai menenun. Ia berpesan kepada suaminya agar jangan sekali-kali mengintip ke dalam penyekat tempat Otsuru menenun. Setelah tiga hari berturut-turut menenun tanpa makan dan minum, Otsuru keluar. Kain tenunannya sudah selesai.
     "Ini tenunan ayanishiki. Kalau dibawa ke kota pasti akan terjual dengan harga mahal. Yosaku sangat senang karena kain tenunannya dibeli orang dengan harga yang cukup mahal. Sebelum pulang ia membeli bermacam-macam barang untuk dibawa pulang.       
      "Berkat kamu, aku mendapatkan uang sebanyak ini, terima kasih istriku. Tetapi sebenarnya para saudagar di kota menginginkan kain seperti itu lebih banyak lagi.         
      "Baiklah akan aku buatkan", ujar Otsuru. Kain itu selesai pada hari keempat setelah Otsuru menenun. Tetapi tampak Otsuru tidak sehat, dan tubuhnya menjadi kurus.

        Otsuru meminta suaminya untuk tidak memintanya menenun lagi. Di kota, Sang Saudagar minta dibuatkan kain satu lagi untuk Kimono tuan Putri. Jika tidak
ada maka Yosaku akan dipenggal lehernya. Hal itu diceritakan Yosaku pada istrinya.
      "Baiklah akan ku buatkan lagi, tetapi hanya satu helai ya", kata Otsuru.
           Karena cemas dengan kondisi istrinya yang makin lemah dan kurus setiap habis menenun, Yosaku berkeinginan melihat ke dalam ruangan tenun. Tetapi ia sangat terkejut ketika yang dilihatnya di dalam ruang menenun, ternyata seekor bangau sedang mencabuti bulunya untuk ditenun menjadi kain. Sehingga badan bangau itu hamper gundul kehabisan bulu. Bangau itu akhirnya sadar dirinya sedang diperhatikan oleh Yosaku, bangau itu pun berubah wujud kembali menjadi Otsuru.

     "Akhirnya kau melihatnya juga", ujar Otsuru.
     "Sebenarnya aku adalah seekor bangau yang dahulu pernah Kau tolong", untuk membalas budi aku berubah wujud menjadi manusia dan melakukan hal ini," ujar Otsuru.
     "Berarti sudah saatnya aku berpisah
denganmu", lanjut Otsuru.
     "Maafkan aku, ku mohon jangan pergi," kata Yosaku.

          Otsuru akhirnya berubah kembali menjadi seekor bangau. Kemudian ia segera mengepakkan sayapnya terabng keluar dari rumah ke angkasa. Tinggallah Yosaku sendiri yang menyesali perbuatannya.

Raja Dijadikan Budak


Kadangkala untuk menunjukkan sesuatu kepada sang Raja, Abu Nawas tidak bisa hanya sekedar melaporkannya secara lisan. Raja harus mengetahuinya dengan
mata kepala sendiri, bahwa masih banyak di antara rakyatnya yang hidup sengsara. Ada saja praktek jual beli budak. Dengan tekad yang amat bulat Abu Nawas merencanakan menjuai Baginda Raja. Karena menurut Abu Nawas hanya Baginda Raja yang paling patut untuk dijual. Bukankah selama ini Baginda Raja selalu miempermainkan dirinya dan menyengsarakan pikirannya? Maka sudah sepantasnyalah kalau sekarang giliran Abu Nawas mengerjai Baginda Raja. Abu Nawas menghadap dan berkata kepada Baginda Raja Harun Al Rasyid.
         
     "Ada sesuatu yang amat menarik yang akan hamba sampaikan hanya kepada
Paduka yang mulia."
     "Apa itu wahai Abu Nawas?" tanya Baginda langsung tertarik
.
      "Sesuatu yang hamba yakin belum pernah terlintas di dalam benak Paduka yang
mulia." kata Abu Nawas meyakinkan.
     "Kalau begitu cepatlah ajak aku ke sana untuk menyaksikannya." kata Baginda
Raja tanpa rasa curiga sedikit pun.
     "Tetapi Baginda ... " kata Abu Nawas sengaja tidak melanjutkan kalimatnya.
     "Tetapi apa?" tanya Baginda tidak sabar.
     "Bila Baginda tidak menyamarsebagai rakyat biasa maka pasti nanti orang-orang akan banyak yang ikut menyaksikan benda ajaib itu." kata Abu Nawas.

        Karena begitu besar keingintahuan Baginda Raja, maka beliau bersedia
menyamar sebagai rakyat biasa seperti yang diusulkan Abu Nawas.
Kemudian Abu Nawas dan Baginda Raja Harun Al Rasyid berangkat menuju ke
sebuah hutan. Setibanya di hutan Abu Nawas mengajak Baginda Raja mendekati sebuah pohon yang rindang dan memohon Baginda Raja menunggu di situ. Sementara itu Abu
Nawas menemui seorang badui yang pekerjaannya menjuai budak. Abu Nawas
mengajak pedagang budak itu untuk mencatat calon budak yang akan dijual
kepadanya dari jarak yang agak jauh.
         Abu Nawas beralasan bahwa sebenarnya calon budak itu adalah teman dekatnya. Dari itu Abu Nawas tidak tega menjualnya di depan mata. Setelah pedagang budak itu memperhatikan dari kejauhan ia merasa cocok. Abu Nawas pun membuatkan surat kuasa yang menyatakan bahwa pedagang budak sekarang mempunyai hak penuh atas diri orang yang sedang duduk di bawah pohon rindang itu. Abu Nawas pergi begitu
menerima beberapa keping uang emas dari pedagang budak itu. Baginda Raja masih menunggu Abu Nawas di situ ketika pedagang budak menghampirinya. la belum tahu mengapa Abu Nawas belum juga menampakkan batang hidungnya. Baginda juga merasa heran mengapa ada orang lain di situ.

"Siapa engkau?" tanya Baginda Raja kepada pedagang budak.
"Aku adalah tuanmu sekarang." kata pedagang budak itu agak kasar.
         Tentu saja pedagang budak itu tidak mengenali Baginda Raja Harun Al Rasyid
dalam pakaian yang amat sederhana.
"Apa maksud perkataanmu tadi?" tanya Baginda Raja dengan wajah merah
padam.
 "Abu Nawas telah menjual engkau kepadaku dan inilah surat kuasa yang baru
dibuatnya." kata pedagang budak dengan kasar
 "Abu Nawas menjual diriku kepadamu?" kata Baginda makin murka.
 "Ya!" bentak pedagang budak.
 "Tahukah engkau siapa aku ini sebenarnya?" tanya Baginda geram.
 "Tidak dan itu tidak perlu." kata pedagang budak seenaknya.

         Lalu ia menyeret budak barunya ke belakang rumah. Sultan Harun Al Rasyid diberi parang dan diperintahkan untuk membelah kayu. Begitu banyak tumpukan kayu di belakang rumah badui itu sehingga memandangnya saja Sultan Harun Al Rasyid sudah merasa ngeri, apalagi harus mengerjakannya.
   "Ayo kerjakan!"

Sultan Harun Al Rasyid mencoba memegang kayu dan mencoba membelahnya,
namun si badui melihat cara Sultan Harun Al Rasyid memegang parang merasa
aneh.
    
"Kau ini bagaimana, bagian parang yang tumpul kau arahkan ke kayu, sungguh
bodoh sekali !"
           Sultan Harun Al Rasyid mencoba membalik parang hingga bagian yang tajam
terarah ke kayu. la mencoba membelah namun tetap saja pekerjaannya terasa
aneh dan kaku bagi si badui.
      "Oh, beginikah derita orang-orang miskin mencari sesuap nasi, harus bekerja
keras lebih dahulu. Wah lama-lama aku tak tahan juga." gumam Sultan Harun Al
Rasyid.
            Si badui menatap Sultan Harun Al Rasyid dengan pandangan heran dan lama-lama menjadi marah. la merasa rugi barusan membeli budak yang bodoh.
"Hai badui! Cukup semua ini aku tak tahan."
"Kurang ajar kau budakku harus patuh kepadaku!" kata badui itu sembari
memukul baginda.
Tentu saja raja yang tak pernah disentuh orang iki menjerit
keras saat dipukul kayu.
"Hai badui! Aku adalah rajamu, Sultan Harun Al Rasyid." kata Baginda sambil
menunjukkan tanda kerajaannya.
               Pedagang budak itu kaget dan mulai mengenal Baginda Raja.
la pun langsung menjatuhkan diri sembari menyembah Baginda Raja. Baginda
Raja mengampuni pedagang budak itu karena ia memang tidak tahu. Tetapi
kepada Abu Nawas Baginda Raja amat murka dan gemas. Ingin rasanya beliau
meremas-remas tubuh Abu Nawas seperti telur.